Pages

Subscribe:

Labels

Senin, 16 Juli 2012

PENSTRUKTURAN MASALAH


3.1      Penstrukturan Permasalahan
Masalah agregat dari permasalahan di Kecamatan Bogorejo yaitu hambatan sektoral dalam berbagai aspek pembangunan. Aspek pembangunan yang dimaksud yaitu pembangunan desa di Kecamatan Bogorejo maupun pembangunan pertaniannya. Masalah agregat tersebut diperoleh dari berbagai masalah sektoral yaitu dalam  aspek sumberdaya manusia, sumberdaya alam, infrastruktur, kelembagaan dan aspek sosial.



Pada aspek sumberdaya alam masih terdapat masalah yaitu masih adanya potensi hutan jati yang belum dimanfaatkan secara optimal. Mayoritas pekerjaan penduduk di Kecamatan Bogorejo masih didominasi dengan bertani tanaman pokok seperti padi. Tidak adanya inovasi dari masyarakat untuk mengembangkan sektor ekonomi baru berupa agroindustri yang berupa “mebel” membuat sektor ekonomi berkutat pada pertanian saja. Kurangnya modal untuk membeli alat-alat produksi industri mebel juga menjadi kendala yang berarti untuk mengembangkan sektor ekonomi agroindustri. Tidak adanya inisiatif dalam mengembangkan sektor ekonomi agroindustri juga dipengaruhi oleh kurangnya keterampilan dalam membuat mebel dan kurangnya penyuluhan mengenai pengembangan industri mebel. Kurangnya pengembangan kelembagaan agroindustri baru juga menjadi penghambat dalam pengembangan sektor ekonomi baru, karena apabila telah terbentuk kelembagaan dalam pengembangan industri mebel maka akan terdapat kepastian dan peran yang jelas dalam melakukan kegiatan industri mebel. Kurang mantabnya aspek kelembagaan sektor ekonomi agroindustri ini juga disebabkan oleh arah kebijakan pemerintah yang kurang intensif dalam mengembangkan industri mebel. Saat ini hutan jati yang ada dikelola oleh PERHUTANI yang memilki beberapa kelembagaan dibawahnya seperti Bagian Kesatuan Pemangku Hutan, Resort Pemangkuan Hutan, Petak Pengawasan dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Pada lembaga-lembaga tersebut sudah terdapat aktivitas ekonomi namun belum melibatkan secara optimal peran serta masyarakat. Saat ini pelaku ekonomi kehutanan masih berada pada Desa Nglengkir, Desa Gayam, Desa Sendangrejo dan Desa Gandu. Hasil pengembangan sektor ekonomi hutan tersebut akan lebih berkembang apabila melibatkan lebih banyak masyarakat untuk berkarya pada sektor agroindustri mebel.
Pada aspek infrastruktur juga masih terdapat berbagai permasalahan diantarnya yaitu pada beberapa buruknya kualitas jalan yang menghubungkan antar desa dan tidak adanya penerangan jalan yang memadai. Hal ini disebabkan oleh lambatnya pemerataan pembangunan fisik pada Kecamatan Bogorejo. Lambatnya pembangunan pada daerah ini disebabkan oleh terkonsentrasinya pembangunan di pusat Kota Blora. Kurang menariknya pembangunan didaerah pinggiran seperti Bogorejo secara ekonomi membuat arah kebijakan pembangunan terpusat di pusat Kota Blora. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif lambat membuat daerah Bogorejo kurang menarik bagi pemerintah Blora dikembangkan infrastrukur dibandingakan dengan daerah lain yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Pada aspek sumberdaya manusia terdapat masalah sektoral yaitu terjadinya kebocoran (leakage) sumberdaya manusia dalam hal ini adalah tenaga kerja usia produktif. Rendahnya kualitas penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian menyebabkan kurang berkembangnya agribisnis dan agroindustri pada wilayah Bogorejo. Kurang efisiensinya dalam pemanfaatan ruang juga menjadi menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi karena dalam pemanfaatan ruang yang didominasi oleh sektor pertanian maka lapangan pekerjaan yang tersedia menjadi terbatas. Apabila terdapat inovasi dalam agroindustri maka dengan luasan yang sama dapat menampung lebih banyak jumlah pekerja. Tidak seimbangnya antara jumlah lapangan pekerjaan dengan jumlah angkatan pencari kerja juga menjadi masalah yang harus dipikirkan oleh Pemerintah Blora. Lingkup pekerja yang terbatas menjadi kurang menjanjikannya lapangan pekerjaan yang ada didesa. Hal ini mengakibatkan banyaknya usia produktif yang melakukan migrasi untuk mencari pekerjaan yang lebih layak pada kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya. Dengan fenomena migrasi penduduk pada usia produktif ini menyebabkan karang taruna pada tiap desa kurang berkembang dan bahkan hampir mati karena muda-mudinya telah keluar wilayah Bogorejo untuk mencari pekerjaan.
Permasalahan dalam penyediaan air bersih juga menjadi masalah yang krusial pada Kecamatan Bogorejo. Penyediaan air ini meliputi untuk kebutuhan sehari-hari seperti MCK maupun untuk irigasi pertanian. Tidak meratanya distribusi air ke pemukiman penduduk juga dirasakan pada beberapa desa di Bogorejo. Berawal dari minimnya pendapatan masyarakat desa untuk memenuhi kebutuhan hidup mengakibatkan sulitnya pengumpulan kas desa untuk pembangunan desa. Kas desa yang terkumpulpun sangat minim untuk mengadakan sistem pendistribusian yang baik. Karena minimnya anggaran dana untuk mengadakan sistem pendistribusian air mengakibatkan distribusi air tidak merata ke semua penduduk karena kurang terpasangnya pipa air ke setiap rumah penduduk. Selain itu masih terdapat permasalahan dalam perawatan instalasi pipa juga merupakan permasalahan dalam pendistribusian air karena terdapat kebocoran pada beberapa pipa. Selain itu kurangnya teknisi handal untuk merancang sistem pengelolaan air menyebabkan kurang adanya pioneer/ penggagas awal dalam pengelolaan sumber air. Serta kurang adanya koordinasi antar warga dalam pengelolaan sumber air juga menjadi penyebab dalam krisis air bersih pada beberapa desa di Bogorejo. Padahal pada Desa Nglenkir terdapat sumber air yang melimpah yang berada pada sebuah gua pada gunung. Namun sumber air ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh penduduk sekitar untuk memenuhi kebutuhan.
Pada aspek sosial juga masih terdapat permasalahan diantaranya yaitu rendahnya standar kehidupan sosial. Rendahnya standar kehidupan sosial ini ditunjukkan pada kebiasaan hidup masyarakat yang tidak sehat. Tingkat kesadaran terhadap kesehatan masyarakat yang rendah dan kurangnya perhatian pemerintah tentang pola hidup bersih dan sehat menjadi penyebab kebiasaan pola hidup masyarakat yang kurang sehat. Selain masalah kesehatan dan pola hidup masyarakat Bogorejo terdapat masalah sosial lainnya yaitu masalah masih banyaknya penduduk yang buta aksara. Tingginya biaya pendidikan dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan menyebabkan masyarakat enggan mengenyam pendidikan.
Pada aspek pertanian masih terdapat permasalahan terkait dengan sistem pertanian yang subsisten yang tidak menjual sebagian hasil panen sebagai modal usaha. Berawal dari kurang handalnya sistem informasi pertanian menyebabkan kurangnya interaksi/sharing antar petani tentang inovasi teknologi pertanian. Selain itu juga terbatasnya akses informasi pertanian yang masuk dan rendahnya tingkat profesionalisme penyuluh pertanian menyebabkan tingkat pengetahuan petani terhadap pertanian rendah. Rendahnya tingkat pengetahuan petani menyebabkan alura berpikir petani konvensional. Pola pikir petani yang konvensional tersebut mengakibatkan teknologi yang digunakan masih bersifat sederhana dan sulitnya petani untuk menerima inovasi teknologi pertanian modern. Hal ini akan mengakibatkan produksi pertanian yang dihasilkan rendah.
Masalah agregat wilayah Bogorejo yaitu hambatan sektoral dalam berbagai aspek pembangunan dalam aspek perdesaan maupun pertanian mengakibatkan terganggunya aktivitas masyarakat, berkurangnya faktor produksi tenaga kerja, masih banyaknya sumberdaya alam yang terbengkalai, menurunnya taraf hidup masyarakat dan tingginya ketergantungan petani terhadap lembaga perkreditan. Berbagai permasalahan ini akan mengakibatkan dampak langsung yaitu lambatnya dinamika pengembangan wilayah Bogorejo yang akan berakibat pada tidak memiliki daya saing wilayah Bogorejo dengan wilayah lain. Pada dampak tidak langsung akan mengakibatkan pada tidak menariknya untuk investasi dan pada dampak panjang akan memperparah problema kemiskinan.

0 komentar:

Posting Komentar