1.1. Latar Belakang
Wilayah perbatasan identik dengan ketertinggalan.
Lokasinya yang berada pada batas 2 wilayah yang lebih besar atau lebih ini
sangat sarat dengan ekonomi yang lemah, taraf hidup yang rendah, lingkungan
yang terpencil dan juga sarat dengan masalah-masalah fisik maupun non-fisik
lain. Kurangnya perhatian dari pemerintah pusat menjadi faktor utama akan
ketertinggalan wilayah perbatasan. Pembangunan yang lambat menjadi penghambat
dalam pengembangan wilayah.
Peta Kecamatan Menyusul
Bogorejo merupakan suatu kecamatan yang terletak di
wilayah perbatasan. Kecamatan yang terletak diantara dua provinsi ini (Provinsi
Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur) merupakan wilayah perbatasan yang memiliki
potensi alam yang luar biasa. Kecamatan yang berpenduduk lebih dari 23.000 jiwa
ini berada pada pegunungan kapur yang membentang dari Kabupaten Blora hingga
Kabupaten Tuban. Kondisi demikian menjadikan Kecamatan Bogorejo ini jalur
alternatif dalam distribusi pertambangan kapur dari Jawa Tengah ke Jawa Timur
dan juga sebaliknya.
Lahan pertanian yang ada juga memiliki tingkat
kesuburan yang tinggi. Lahan seluas kurang lebih 1.300 Ha ini memiliki
komoditas utama berupa padi, jagung, dan cabai. Selain pertanian, terdapat pula
hutan jati yang cukup luas dimana hutan jati ini milik Perhutani BKPH
Kebunharjo. Tidak hanya itu, Kecamatan Bogorejo juga memilik sumber mata air
yang dapat digunakan warga untuk irigasi sawah.
Pembangunan ekonomi Desa Bogorejo yang mengalami
perubahan struktur ruang yang melibatkan sebuah kawasan ekonomi yang baru
tumbuh dengan tingkat pendapatan perkapita yang awalnya relatif rendah. Namun
data kepadatan penduduk dapat menjadi tolok ukur perubahan struktur spasial
yang artinya pertumbuhan ekonomi mendorong pertumbuhan penduduk. Hal ini
dibuktikan dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi dipusat
wilayah (Desa Bogorejo) dan menurun seiring dengan menjauhnya dari pusat
wilayah.
Pada wilayah diluar pusat pertumbuhan, juga terjadi
pertumbuhan ekonomi namun dengan tingkat pertumbuhan yang lebih lambat. Hal ini
dapat ditunjukkan terdapatnya kawasan komersial pada beberapa desa seperti Desa
Sendangrejo, Desa Karang dan Desa Gayam. Pertumbuhan ekonomi di bagian
non-metropolis ini dapat disebabkan oleh penetesan pertumbuhan ekonomi
(trickling down effect) ke wilayah sekitar.
Kemungkinan kedua adalah wilayah dengan pertumbuhan yang awalnya terjadi
dibagian non-metropolis Bogorejo, yang kemudian menciptakan stimulus untuk
bagian metropolis (Desa Bogorejo). Perkembangan kegiatan pertanian dan kegiatan
berbasis sumberdaya alam dibagian non-metropolis menciptakan permintaan
terhadapat barang dan jasa yang hanya ada di bagian metropolis (Desa Bogorejo).
Barang dan jasa ini mencakup berbagai kebutuhan seperti perbankan, keuangan,
grosir, dan jasa berorientasi konsumen.
Kecamatan
Bogorejo memiliki potensi alam yang luar biasa, oleh karena itu perlu dilakukan
perencanaan yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi dan meminimalkan
masalah yang ada. Adanya rekomendasi untuk perencanaan di Desa Bandengan
diharapkan dapat mewujudkan tujuan di atas.
Kedudukan
laporan akhir ini di dalam kerangka perencanaan yaitu sebagai usulan penanganan
masalah untuk kondisi sekarang dan di masa yang akan datang beserta rekomendasi
untuk pembuat keputusan dalam jangka waktu pendek, menengah, hingga panjang. Dalam kerangka proses perencanaan ideal,
laporan akhir ini masih terbatas pada tahap perencanaan implementasi, dimana
hal tersebut diwujudkan dalam rekomendasi yang ditujukan kepada stakeholder
yang paling memiliki andil dalam pencapaian tujuan yang dimaksud.
0 komentar:
Posting Komentar